Travelling keluar negeri itu
menyenangkan, apalagi dibayarin hehehe.... tapi menurut saya, untuk sesuatu
yang menyenangkan itu tetap ada hal yang tidak menyenangkan untuk dilakukan,
dan menurut saya membutuhkan pengorbanan besar adalah mengurus dokumen perjalanan
yang disebut dengan PASPOR.
Mengurus paspor itu memang
gampang. Tetapi memerlukan kesabaran dan hati yang selebar samudera Hindia
menghadapi oknum-oknum yang kurang simpatik. Sebagai kuli penggemar
jalan-jalan, ada beberapa masalah ketika saya terpaksa harus mengurus paspor.
Pertama adalah waktu mengurus paspor yang mengharuskan saya bolak-balik dari
pabrik ke Imigrasi yang jaraknya tidak dekat diantara kesibukan di kantor.
Datang pertama untuk menyerahkan berkas, datang kedua untuk foto dan wawancara,
datang ketiga untuk pengambilan. Ingat, semua itu dilakukan di hari kerja dan
jam kerja. Bisa dibayangkan sulitnya mencari waktu 3 kali ijin dari pabrik
setidakya setengah hari tiap pergi. Kenapa tidak online dulu? Imigrasi yang
terdekat dengan pabrik belum menggunakan sistem online. Kalaupun online, itu
tidak berlaku dan tetap harus mengantri di Imigrasi langsung.
Masalah kedua, saya termasuk
orang yang ogah mengeluarkan duit lebih untuk hal yang sebenarnya tidak perlu
saya lakukan. Bayangkan, untuk paspor 48 halaman yang seharga Rp 255.000, saya
harus membayar 3 kali lipat lebih, meskipun enaknya saya tinggal janjian kapan
luang tinggal foto dan wawancara. Sisanya tahu beres, dan paspor sudah di
tangan. Tidak ribet, paspor di tangan,majikan senang karena buruhnya nggak
kemana-mana hehehe.
Mengingat bulan Maret 2014 saya
hendak pergi ke Australia dan harus apply visa, saya berniat dan membulatkan
tekad untuk mengurus paspor sendiri, daripada saya harus bayar mahal-mahal.
Dan, memang, kesabaran dan kebesaran hati mutlak diperlukan ketika mengurus
paspor sendiri.
Kamis, 28 November 2013,
kebetulan bos-bos pada pergi dan akhirnya saya memutuskan untuk memperpanjang
paspor saya yang expirednya masih 1 Desember 2014. Sebenarnya keinginan
memperpanjang paspor ini berawal dari ketakutan saya kalau visa Australianya
ditolak karena masa berlaku paspor kurang dari 1 tahun. Padahal menurut
informasi, paling tidak diatas 6 bulan. Yasudah, daripada ragu-ragu, lebih baik
saya ganti alamat paspor. Berangkatlah saya naik Pitjul ke Imigrasi tersebut.
Sampai di sana sekitar pukul 10.00. Saya melihat, tidak terlalu ramai. Saya
masuk dan tanya ke satpam prosedur mengurus paspor di Imigrasi itu. Pak satpam
hanya menjawab : “Wah mas, sudah tutup. Tuh, petugasnya sudah nggak ada”
katanya sambil menunuk meja informasi dengan tulisan ‘TUTUP’. “Kalau mau mas
bisa beli formulir di koperasi dulu” . Dilihat dari jam kerja, penyerahan
berkas berakhir pukul 11.00 tapi kok jam 10 sudah tutup. Okelah, saya turuti
untuk beli blangko dan fotokopi persyaratan. Setelah saya isi, saya kembali ke
depan dan mencari petugas untu ditanyai.dan tidak ada satupun petugas yang
tampak. Saya menuju meja resepsionis dan muncullah ibu-ibu judes: “Mas,sudah tutup!”
sambil membentak. Saya balik bertanya “Lalu saya harus bagaimana bu? Saya ingin tahu prosedurnya”. Dengan masih
ngomel, menggerutu, muka judes si ibu menjawab “Dibilang sudah tutup ya sudah
tutup!” . “Lalu saya harus bagaimana? Saya kan tanya bu, saya harus bagaimana”.
Dan akhirnya dengan decakan keras dari si ibu dan rentetan omelan, “Ah, sudah,
sini, saya kasih nomer saja. Sudah dibilang tutup dari tadi kok! Ini dibatesin
mas, per hari 100. Jadi tidak menumpuk!” katanya sambil menjepret nomer antrian
80 di map berkas saya. Ya, 80! Masih 80 orang dan dia bilang sudah penuh? Oke,
saya biarkan saja, meski saya sudah dongkol setengah mati. Akhirnya tak berapa
lama nomer saya dipanggil. Setelah dipanggil,
saya tidak bisa perpanjangan paspor karena expirednya yang masih lebih
dari 6 bulan. Saya yang berpikir bisa perpanjangan hari itu juga, akhirnya
kecewa terpaksa pulang dan LUPA kalau saya harus mengganti alamat paspor dari
alamat Jogja ke Gresik. Ya, saya lupa, salah satunya karena saya sudah emosi
duluan dengan ibu-ibu judes yang di depan tadi.
Sampai di kosan,saya
langsungmenyesal,kenapa nggak tadi diurus sekalian, dan terpaksa deh saya
mengulang proses yang sama untuk ke imigrasi lagi. Akhirnya dengan membulatkan
tekad yang kuat untuk kedua kalinya, saya kembali ke imigrasi untuk mengurus
penggantian alamat paspor. Tanggal 4 Desember 2013 datanglah saya kesana jam
7.15 dimana pintu gerbang masih ditutup dan karyawan belum banyak yang datang.
Ya, karena apel pagi baru dimulai jam 7.15 dan jam kerja pukul 8. Setelah apel,
saya buru-buru masuk untuk mengumpulkan berkas dan kelengkapan. Di meja depan,
ada satpam yang mengumpulkan berkas. Saya yang datang paling pagi langsung
mengumpulkan dan diletakkan di bawah sendiri. “Pak, ini urutannya bagaimana?
Saya kan paling bawah, itu yang pertama apa bagaimana?” tanya saya ke pak
satpam. “Ooh, tenang pak, saya kan yang menumpuk. Pasti urut dari bawah. Tenang
saja” kata pak satpam.
Setelah jam 8, tumpukan berkas
dimasukkan ke di meja resepsionis untuk diberi nomor urutan. Dan sayangnya yang
ke sana adalah si Ibu Judes dan satu temannya yang masih lebih muda tapi tidak
kalah Juteknya. Daaaan... dengan kasarnya mereka mengambil dengan asal tumpukan
itu. Saya mulai was was kalau tidak dapat urutan awal mendekati mereka, ”Bu,
ini urut numpuknya lho, yang paling bawah yang paling pagi”. Dengan ketus dan
menyebakan si judes berkata, “Bapak duduk aja sana, jangan banyak tanya. Nanti
nggak selesai-selesai kalau ditanya- tanya melulu”. DAMN! Ini pelayanan macam
apa!? Dan setiap kali si Judes selalu berkata kepada orang yang berdiri di
dekatnya menunggu berkasnya “Pak, Bu, duduk aja sana, jangan berdiri aja di
situ. Sana, cari kursi”. Mendadak saya ingat, kalau memperpanjang paspor dan
mengganti alamat paspor kan prosedurnya beda. Baliklah saya ke ibu yang tadi,
“Bu, saya mau tanya, apakah prosedur penggantian alamat paspor sama dengan
mengurus baru”Dijawab lagi sama si Judes”Pak, bapak duduk saja deh, nggak akan
kelewatan kok. Prosedurnya ya sama lah. Coba bapak duduk dulu aja, nanti
dipanggil!” Oke, kali ini saya memilih menjauh dari semburan hujan lokal yang
memuakkan itu. Dan saya yang datang paling pagi dapat nomer 51! Bahkan orang
yang baru datang dan menumpuk berkas justru dapat urutan kecil.
Sepanjang saya mengamati, saya
makin mangkel dan terbesit pikiran kayaknya si Judes ini belom pernah makan
sandal jepit pake beling dan ditampar pake tabung gas 3 kg. Setiap ada orang
yang mendekat membawa map aplikasi berkas selalu saja diterima dengan tidak
simpatik. Di mejanya sih memang tertulis pusat pengaduan, tapi kalau orangnya
kayak gitu, mana ada yang mau ngadu adanya juga pengen ngeroyok si Judes itu.
Ada bapak dan ibu setengah bawa membawa aplikasi dalam map berwarna biru muda
yang saya akhirnya tahu itu adalah map berkas imigrasi tapi versi lama. Sampai
di depan si Judes, justru si bapak dibentak, “ Pak, ini map siapa yang minta?
Bapak beli dulu deh di belakang sana di koperasi. Map nya itu harus seragam
Bapaaaaaak” katanya dengan “a” panjang yang sangat menyebalkan. Si Bapak
akhirnya kembali dari koperasi dan menukar berkasnya ke dalam map baru. Eh, si
Judes komentar lagi “Paaaaaaaaak, ini kok nggak ditulisin map nya? Ditulis dulu
siniiiiiiiii!” katanya sambil menunjuk-nunjuk map Bapak itu. Saya Cuma bisa
diam. Kalau nggak ingat lagi butuh penggantian alamat paspor, rasanya pengen
adu mulut deh sama si Judes.
Semakin diamati, si Judes nggak
juga tobat. Omelan dan celetukan macam “Ini kok belom diisi?dilengkapi dulu
sana!” atau Buuuuuu, ini aslinya kok disini. Bawa aja! Kalau ilang siapa yang
tanggung jawab? Saya yang harus tanggung jawab!?” katanya sambil menunjuk-nujuk
dokumen aslinya. Kalau dia nggak pake seragam, mungkin saya berpikirada orang
nggak waras lagi nongkrong di situ. Tambah lagi, jam setengah 9, setengah jam
si judes memaki-maki banyak orang, bagian pengaduan tersebut “TUTUP”. Dan si
judes 1 dan dingin 2 pergi dari situ dengan membawa tas. Entah kemana...
Setelah mengantri, giliran saya
dipanggil. Karena saya kemarin sudah diverifikasi, saya menyampaikan kalau
hanya ingin ganti alamat. Untung petugas loketnya baik-baik. Dan, jawabannya
sungguh mengejutkan “Pak, kalau ganti alamat, langsung saja ke loket sebelah.
Nggak perlu foto dan wawancara”. WHAT!? Jadi dari tadi saya harusnya bisa
langsung? Dasar Judes! Pengen tak jambak-jambak tenan! Saya tanya ke mbak loket
yang baik itu, kalau pasor saya jadi, apakah bisa diambil oleh orang tua? Kata
mbak baik itu sih bisa, asal orang tua kandung.
Di loket sebelah, Paspor saya
dijanjikan selesai dalam waktu 4 hari. Bisa diambil jam 1 siang. Ketika saya konfirmasi
lagi apakah bisa diambil oleh bapak saya, Si bapak dengan (sok) wibawanya “Wah,
tidak bisa pak, ini dokumen negara. Berbahaya kalau diambil orang lain”. Lah,
kata loket sebelah boleh. Saya bilang seperti itu ke si bapak, malah saya
disuruh memastikan ke mbak mbak di loket sebelah. Dan ternyata memang bisa. Nah
justru di situ mereka berdebat sendiri. Yang satu bilang boleh yang satu bilang
tidak boleh. Mbak baik keukeuh “Bisa diambil orang tuanya kok pak”. Si Bapak
membalas “Lha gimana kita tahu kalau yang ngambil orang tuanya?” . Duh jan,
mereka aja nggak standar gitu prosedurnya. Mau menunjukkan kalau yang ambil itu
bapak saya? Kan ada Kartu keluarga saya, ada akta, ada ijazah, ada tes DNA,
kalau perlu saya bawa bidan yang dulu ngelahirin saya deh!
Sekarang saya lagi deg-deg-an
muga-muga besok gampang deh ambil paspornya. Tapi setidaknya buat yang mau
mengurus paspor sendiri, siapkanlah waktu dan hati anda selebar samudera untuk
menghadapi orang-rang macam itu. Pelajaran lain, saya mending ke imigrasi
satunya daripada imigrasi ini. Meski lebih jauh dari pabrik, di sana bisa
online dan katanya peayanannya jauh lebih ramah. Alternatif terakhir, daripada
mood dan kerjaan saya berantakan gara-gara Si Judes, mendingan pake calo deh. Mau
berantas calo di Imigrasi? Harusnya kanit imigrasi NGACA dulu! Kenapa orang
lebih milih pake calo dan agen daripada ngurus sendiri. La wong beberapa
oknumnya diajak ngomong bahasa manusia aja nggak bisa.... Maju terus birokrasi
Indonesia!
Selamat berjuang kawan! :D
*2 minggu kemudian saya kembali keImigrasi dan mendapati si ibu judes masih idup aja. Setelah saya mengantri dan menyebutkan no paspor, mereka bilang berkasnya masih dicari.LAH!? saa udah khawatir kemana paspor saya.Setlah 3 jam menunggu, paspor saya ditemukan dan BELUM DIGANTI ALAMATNYA! langsung sama petugasnya disusulkan, dan untungnya prosesnya tidak terlalu lama. terpampang sudah print alamat baru rumah saya. whew, hanya menambahkan seperti itu tapi makan ati... Dan si U-60, Paspor Hijau saya itu sekarang sedang dalam perjalanan menuju jakarta. Bawa kabar baik yaaaak, bawa itu visa Ausie ke tangankuuuh :D
*2 minggu kemudian saya kembali keImigrasi dan mendapati si ibu judes masih idup aja. Setelah saya mengantri dan menyebutkan no paspor, mereka bilang berkasnya masih dicari.LAH!? saa udah khawatir kemana paspor saya.Setlah 3 jam menunggu, paspor saya ditemukan dan BELUM DIGANTI ALAMATNYA! langsung sama petugasnya disusulkan, dan untungnya prosesnya tidak terlalu lama. terpampang sudah print alamat baru rumah saya. whew, hanya menambahkan seperti itu tapi makan ati... Dan si U-60, Paspor Hijau saya itu sekarang sedang dalam perjalanan menuju jakarta. Bawa kabar baik yaaaak, bawa itu visa Ausie ke tangankuuuh :D